|
About Me
im not exist, im in everybody's mind...
Archives
|
|
When everything ends...
Sudah berakhir, bukan? Sudah. Raut wajahmu telah memperlihatkan keteguhan. Bahwa kau yakin noda yang telah menganggu sekian lama pantas kau singkirkan. Tak ada lagi yang patut dipertahankan. Tak ada satu pembelaan pun kesempatan, semua sudah menjadi bubur.
Sekarang tinggal aku. Aku yang begitu gampang menyepelekan semuanya. Aku yang memukul-mukul tembok hampa, meraba kesunyian dalam kepatahan, dalam kemarahan. Kenapa aku harus marah, bukankah ini yang kucari? Adrenalin rasa yang kau eksplorasi, seperti semesta yang ingin kau rengkuh namun terlalu luas, terlalu besar untuk tubuhmu dan hatimu yang kecil. Bisakah kau menahan gelora yang membahana seperti amarah vulkanis? Bisakah kau menyirnakan sore yang kelu dan kelabu, penuh dengan awan hitam, hujan dan badai? Bisakah kau menahan ombak Calypso yang biru menghitam, mengombang-ambing jiwamu hingga berlarut-larut, seakan-akan daratan takkan pernah tergapai, dan badai tak pernah mereda.
Bukan penyesalan yang aku keluhkan. Tapi bunga yang aku temukan itu, pernah dan telah kusia-siakan, hingga ia tak lagi mau memberi madunya untukku. Ia pun tak layu. Ia tetap berdiri, anggun, menunggu yang lain hinggap. Tapi aku juga sudah habis akal untuk mengetahuinya. Aku tidak tahu lagi tentang dirinya. Tentu, ia menunggu mentari kembali bersinar, dan mungkin sinar itu telah datang padanya. Mencurinya di dalam impian-impian esok hari. Membuatnya melupakan yang harus terlupakan. Itulah harapannya, untuk memiliki esok hari. Esok hari yang sudah tidak ada lagi buatku. Bunga itu yang telah kutemukan dan berakhir meninggalkanku.
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda...- (Desember-Efek Rumah Kaca)
Seperti itulah dia. Dan hujan serta awan hitam yang reda itu hanyalah bayanganku, rasaku, yang telah hilang untuknya.
Everything I Wrote About Her That Goes Unpublished...
Ini tentangmu. Ini memoar hati yang terpencil dalam ingatan-ingatan masa lalu. Ya, aku juga ingin menghapus segala sesuatu tentangmu.
“eternal sunshine of the spotless mind, each prayer accepted, each wish declined.”
Where are you?
Its been two days since I last heard from her. The universe seems like a blank space. I am naked with agony. I am worry.
Did I stabbed your heart before I go? Did I fooled my heart before I go?
Bandung/Bojong Koneng – Cikutra Juni 2008
Takut. Gelisah. Tak menentu. Awan di kota Bandung tak tampak cerah sore ini. Demikian pula hatiku. Semangatku surut menunggu datangnya hari. Mimpi dan keinginanku seakan hanyut bersama arus kenyataan. Aku harus menghadapinya tanpa terlalu banyak mengasihani diri. Aku tidak cukup yakin untuk menyudahi semuanya.
Tak ada yang abstrak dalam hidup. Tak ada yang abstrak dalam keinginan. Ada dua sisi di atas langit. Yang satu kelabu dan yang satunya lagi cerah. Kedua-duanya tampak biasa-biasa saja bagiku
22 Juni 2008 Bandung.
waktu, katanya, dapat menyembuhkan luka. Mungkinkah luka yang kurasakan sebenarnya bukanlah luka yang membuatku menderita? Kuakui, aku kecanduan bermain-main dengan luka dan aku sama sekali tidak berniat untuk menyembuhkannya…
aku ingin luka itu meradang dan ketika saatnya tiba aku akan mengutuknya!
1 Juli 2008. Surabaya
La’Mere
I will always have an affair with the sea An affair with the sea is endless and painful
When you’re living You’d feel That the world Is always Revolve around you and yet it seems to have always forgotten you
Everything looks nive and warm When you’re on substance
11-13 Juli 2009
Apa yang akan terjadi esok hari ketika kemarin telah sirna bersama gelora dalam jiwa
kuingin menjadi abadi seperti bintang dan bulan yang jauh dipandang dan sulit untuk dipegang
tapi kau menghilang dari pandangan dari harapan sesaat setelah angin barat menghembuskan pertanda
itukah lantunan dalam gelisahmu: aku yang nista penuh dusta dan nafsu labirin rasa ini menghanyutkan dan aku pun mulai tenggelam
dalam hanyutan impian juga kenangan kumerapal sejuta kata untuk berelegi pada noda-noda
apa kata hati telah tertambat apa kata noda telah tercecer apa kata dusta telah menista
dan kau pun terkulum dalam jiwamu sendiri ditemani diriku yang jauh dan berpraduga
kuhitung bintang dengan jemari kuhafalkan daerah-daerah yang tak tertera dalam peta kuingin terjun ke dalam masalah
tapi aku telah tertinggal terbuang oleh persepsi dan konstruksi tentang cinta dan relasi cerita atau nasi basi
supaya kau tahu dimana dusta dibalut kata-kata dan makna dijungkirbalikkan maka kita telah terperangkap oleh rasa
rasa-rasa hampa yang mengejar seperti penyakit cacar yang membuatmu malu bersembunyi di kamar
kenangan apa yang telah kita tuai kemarin rasanya lebih elok untuk ditengok saatku melihatmu tertawa dengan mata yang berbinar nyala
sore ini kau menangisi langit yang cengeng aku pun terdiam tak bergeming semuanya menjadi hening
angin barat menutupi cerita ini saatku baru saja mencium daratan setelah berlayar melalui lautan dan udara impian yang sirna
ini bukan masalah versiku atau versimu aku telah salah ini soal realita mana yang ingin kita raba
lansekap tanpa daratan hati yang terus berlayar tersesat di lautan namun kumasih saja terus berlabuh dalam wujudmu yang menyerupai senja
Sesaat sebelum Pulau Dewata menyambutmu. Yk-2009
Some list of songs that i played to cure my heart ache:
The Adams – Fool (how appropriate, huh?) Efek Rumah Kaca – Desember (Gara-gara si Rere nih, hoho) Iron and Wine – Flightless Bird (Pas nonton Twilight, ada adegan dua protaganis lagi dansa, hoho, romantic? Dan baru tau ternyata lagunya Iron and Wine) Tim Delaughter/Polyphonic Spree – Move away and Shine (Ritalin anybody?)
Sampai nanti ketika hujan tak lagi meneteskan duka…
Posted by cef
at 3:09:00 PM ::
|