About Me
im not exist, im in everybody's mind...

Archives
 
Friday, June 30, 2006

 Jakarta Episode 1
Meninggalkan Keheningan Menuju Kekosongan
Membuang riuh ramai
dan bertekuk ditengah hiruk pikuk
Meninggalkan pantai menyambut kota karam
Meninggalkan kehidupan menuju kematian
Untuk memetik sejumput nafas di
dalam perjalanan menuju a
sal:
sebuah kehidupan baru diluar logika fana yang terjal 




Seseorang yang telah meninggalkan masa lalu tidak seharusnya selalu melihat kebelakang. Walau siang dan malam selalu menggoda kita untuk membuka setiap iluminasi memori, melongok folder hidup yang telah lalu, meromantisir hari kemarin demi menyembuhkan luka yang sedang terbuka. Dia datang lagi, seperti hembus angin, tapi kali ini terasa seperti baling-baling plastik yang berputar. Rasa itu tidak sama. Biarkan ingatan menyimpan. Biarkan kaki melangkah meninggalkan.

   Apakah kita pernah bertanya kediri sendiri, mempertentangkan diri kita sendiri, menarik garis dimana kita tidak akan merasa nyaman terhadap diri kita sendiri. Ada hal-hal dimana kita ingin selalu menyimpannya, dan ada juga yang ingin selalu mengeluarkannya dengan paksa. Walau mereka tahu kalau itu akan menyakitkan. Kita meninggalkan sesuatu demi mencari sesuatu. Ada rencana. Ada mimpi dibalik sesuatu. Ada kewajiban yang mendesah. Ada rasa rindu akan sesuatu. Sesuatu yang menghapuskan kemarin, yang tidak sekedar menyuci noda tapi mengganti. Menciptakan kebaruan, ketidakmonotonan. Tetapi kita bukan benda. Logika kita lebih berat dari sekedar baju dan angka ataupun matematika. Cinta kita lebih panas dari supernova.

   Aku kiaskan kepada kalian, sebuah kehidupan diatas bintang. Dimana puisi adalah bahasa sehari-hari dan manis sebuah kecupan tidak beraroma boneka. Keringat jatuh selayaknya tangis tubuh yang meringis lelah, namun bahagia, karena telah meng-ada dan ada, yang akhirnya akan menerima tiada. Ketika semua harus membenam bersama senja dan terlelap dengan harta karun memori di palung laut kehidupan. Persahabatan ibarat matahari sore dan burung-burung pantai bersama nelayan yang pergi dihantar arus. Nenek ompongpun tertawa-tawa seketika kakek mengeluarkan air mata melihat fitrah kembali keasalnya. Diatas bintang, bahasa bumi tidak lagi terdengar. Hanya ada hidup dan terang. Putih hitam kehidupan. Pelangi di bawah laut, di tengah koral dan rumput, dipatuk ular laut dan dililit belut, disengat plankton, digoda oleh para badut kecil dan singa laut. Bukit itu rumahku, diperempatan jembatan antar bintang. Dan kulihat terakhir wajahnya disore hari ketika kapalku siap mengangkat sauh. Pipinya yang merona merah, diarsir oleh tinta putih dan abu-abu, dan birunya bergemericik. Titik-titik cahayanya menguning ketika mereka melambai dan berkata kepadaku:


"jangan lupakan kami, jangan lupakan bintang. Disaat pantai sedang pasang dan angin laut bertiup kencang."


Friday, June 16, 2006

 Celebrated agony



Its your birthday
a fine day without money
your begging with tears
overflowed and overdose
if only there's music to play
if only there's season to embrace
if only i live in a time of feast!
where bearded man dancing
and the farmers crowding
birds chirping around
womens cooking and singing
there's life to see
there's love to catch
Pain wasted in a bar of tragic prose
alcohol and anachronism
we are all hypocrites in a unity
with no uniform
Choices above the sky
and wings to grab
you see me kissing, dancing, singing
poverty embrace luxury falls
fruits and fish marching through
to cast shadow and fogs
between the smiling mountains
universe a parade
in a landscape of no man's land
the path of history renewed
art burn to the ground
we threw the ashes to the seas
treasure for the fish
into the vortex of nothingness
with a drunken boat
we sail away out of the world
mountains erupted beneath the ocean
to ambush every life
hopefully someday we will be free
from this shackless and constraints
welcome to the world
that never belongs to you