About Me
im not exist, im in everybody's mind...

Archives
 
Thursday, May 05, 2005

 

Sebuah surat untuk BAMA..


   
   Ada beberapa hal yang ngebuat aku selalu nginget kamu bam: ketidakseriusan dan ajakan-ajakan kamu yang surreal itu. Ada beberapa tempat juga yang selalu ngingetin aku ke kamu, bulan-bulan itu, dimana kita masih memutuskan untuk tidak menjadi dewasa. Aku yakin kamu juga masih ingat. Waktu itu kita sering teriak-teriak setelah ritual botol di bukit yang kita namai candi itu, apalagi pas kamu, lemu, dan aku ngebikin paduan suara dadakan walau cuman make gitar bolong dan suara yang pas-pasan. Lagu forever young dinyanyiin setelah selinting-dua linting abis, dan aku masih bisa ngerasain gimana suara kita nyatu karena perasaan kita. Kita memang anak-anak yang tidak pernah dewasa, dan kita menikmatinya, dengan sense inosens yang memabukan, kayaknya dunia nggak ada yang bisa ngejangkau kita. Kita abadi, muda selamanya.
   
   Aku juga masih ingat, waktu kita nggak teguran selama beberapa bulan karena masalah gak penting itu, yang lanjut hari kita kenang tertawa dengan sedikit muka kaku. Terus awal tahun, pas aku dan Dimas pergi ke rumahmu dan kita ngisep ganja di loteng. Kita berdua berdamai lagi, lebih erat, entah karena tragedi-tragedi, sepi, ataukah kita hanya menggali lebih dalam kenikmatan rasa persahabatan. Aku tidak tahu persis, yang aku tahu, kita memiliki harapan lagi malam itu.

   Setelah itu, kamu mutusin untuk pergi kuliah keluar kota. Setahun kemudian kita ketemuan di Jogjakarta hujan-hujan, kamu dan Henri ngejemput aku basah kuyup. Siapa yang tidak terharu. Aku juga jadi ingat pas kamu nyuruh aku masuk stm setia-budi, biar deket rumah kamu dan kita bisa ngumpul bareng lebih sering. Dan kamu ngejaminin aku perkara premanisme kampung, dan akupun mau-mau saja. Tapi kenyataan berpaling dari yang diharapkan, manusia-manusia menyebalkan itu memang ngerusak semuanya. Sehabis itu, kamu tidak ada kabar lagi, aku pun juga, dengan perasaan naïf seorang anak kelas satu sma, aku memang nyalahin kamu. Walau sekarang, aku tidak pernah menyesal sedikitpun dengan semua kejadian itu, karena kalau semua itu nggak terjadi, mungkin kita nggak akan seerat ini. Pas band kita bubar, gara-gara narkoba nggak jelas yang jadi eskapisme kita waktu itu, yang ngebuat kita latihan sambil senam muka cemberut satu sama lain. Aku pengen ngakak kalo inget semua itu. Karena semuanya saling nyalahin. Pandhu pengen jadi vokalis, yang berarti aku harus berganti jadi pemain bas, trus kita memang udah nggak bisa nyambung lagi. Beberapa minggu kemudian, aku ngeliat kamu main sama band baru kamu, dan kali ini kamu yang memegang mikrofon. Aku ngerasa seperti orang terbuang, jadi aku pulang lebih awal malam itu, pergi ke jalanan dekat rumahku dan nongkrong sama preman-preman, karena katanya bakal ada perang. Dan pada malam-malam selanjutnya, aku nemuin teman-teman baru, yang nggak kalah asiknya diajakin sehidup-semati. Tapi, itulah dulu, aku masih sma, dan kita memang masih terlalu bodoh untuk menjadi bijak sama hidup.


   Tapi menurutku kita juga nggak akan pernah dewasa bam, itu udah jadi kutukan buat kita. Apa kita terlalu spontan untuk menjadi dewasa? Aku tidak tahu lagi, karena malam itu pas aku, kamu, Dede, Kris, Dimas dan Lemu nyatuin tangan ke atas sambil nyanyiin redemption song, kita tahu, gimana nyebelinnya ngejalanin hidup tanpa semangat seperti itu. Betapa hampanya hidup tanpa obrolan kalian, tanpa ketidakseriusan kamu, tanpa ke narsisan Dede, dan kekonyolan Talur, tanpa tampang cool lemu yang selalu melankolis, juga malu-malunya Kris yang malah sering ngebuat kita kagum. Tapi aku nggak pengen nulis tentang the Jonis yang fenomenal itu disini, untuk tulisan ini, subjeknya adalah kamu. Seorang Elbamanata, yang pada suatu pagi, dibangunin bapaknya sehubungan dengan muntah di sekeliling sofa dimana ia tidur. "Bam kamu mabok ya?" Bama langsung yakin untuk ngelak tanpa melihat sekeliling dulu, "nggak kok, mana ada!" Ya Bam, aku tahu perasaan kamu pada waktu itu pas ngeliat sekeliling sofa yang penuh muntah. Kamu memang lagi sial ya.


   Lantas kemarin-kemarin, setelah setahun lewat, kamu baru bersedia ketemu lagi. Kali ini, ditempat dan daerah berbeda, dimana kamu diasingkan karena kamar kosmu yang di Jogja ngebuat kamu out of control dan kamu berakhir untuk ngededikasiin hidupmu demi seorang anak yang kamu panggil kemarin dengan nama, Ipol. Aku duduk di warung itu nungguin kamu, bersama seorang sahabat lama yang bernama Ricky, yang kebetulan juga adalah sepupumu. Hanya saja, Ricky lebih ngingatin aku sama si Nael, si babai yang juga pernah sehidup-semati itu. Akhirnya kamu muncul juga, dengan senyum basa-basimu, dan canda standarmu yang tetap aja bikin aku pengen ketawa. Si Bama, anak nakal yang dulunya tinggal di kilo dua, kini sudah ngejalanin konsekuensi yang bisa dibilang diterima juga nggak, nggak diterima juga nggak. Dan kamu nggak perlu ngejelasin ke aku Bam, aku cukup ngerti tanpa ada mediasi bahasa yang memang nggak cukup lengkap untuk ngedefinisiin emosi kita. Aku juga tahu soal cerita kamu, si Semi yang pernah ember, kamu netesin air mata dikamarnya, yang menandakan bahwa kamu belum siap untuk semua itu. Aku dan yang lainnya juga tahu. Tapi aku nggak yakin sama tetes air mata sesaatmu itu, buktinya, kemarin aku darisana dan melihat kamu baik-baik saja. Kamu menerima konsekuensi layaknya menikmati rasa asam di buah jeruk, dan masih bisa merasakan rasa manis diantara sela-sela rasanya. Bukannya langsung membuangnya ketika merasakan rasa asam, kamu malah mengunyahnya sampai habis agar rasa manis yang kamu rasakan lebih edan dari biasanya. Untuk itu, satu kata buat kamu Bam: salute!


   Biasanya di bulan mei, tahun-tahun kemarin, kita udah punya rencana untuk banyak hal. Untuk kesibukan kita yang nggak biasa itu. Kayak yang pernah dikatain oleh salah-satu teman kita, 'mabuk kok dikerja.' Maksud dia, mabuk kok dijadiin pekerjaan? Dan kita memang nggak punya jawaban untuk pertanyaan seperti itu, seperti kita juga lebih milih nyari jawaban dengan ngejalanin pertanyaan, daripada nerima hasil instan yang sebenarnya bisa aja nggak ada hubungannya sama hidup kita. Siapa yang bisa nerangin Bam? waktu kamu lari-lari bugil di pantai sambil teriak-teriak, waktu kita begadangan semalaman hanya untuk ngerusak tubuh kita, tapi disisi lain kita juga menikmati kebersamaan yang kita rasakan pada saat itu. Nggak ada yang punya jawaban yang jelas untuk hal seperti itu, dan biasanya, mereka yang punya, tidak lain dan tidak bukan adalah para moralis membosankan ala orang tua. Bulan mei itu seperti klimaks dipertengahan tahun, dimana mulut kita hanya berbau alkohol, dan badan kita penuh dengan rumput kering yang masih lengket. Angin pantai di deket batu, rumput-rumput hijau di bawah cemara, bukit-bukit dimana kita meditasi tanpa harus memejamkan mata, adalah dimana kita mulai merangkul mimpi. Kita terbuai dengan gerak alam dan betapa itu semua beralur berbarengan dengan impian siang bolong, dimana kita mabuk, kita jatuh, dan mencoba bangun lagi. Kita masih bertahan sampai sekarang ini, tanpa harus sengaja melepas eksistensi.


   Kita punya pandangan sendiri-sendiri soal itu, seperti yang lain disana, yang ada di daerah-daerah lain terpisah. Kita mempunyai pertarungan yang kita jalani hari demi hari yang belum tentu sama. Kegembiraan dan penderitaan yang kadang membuat jiwa kita limbung dihantam badai, tapi membuat kita bertambah erat. Tulisan ini, bukan untuk ngebesar-besarin kamu bam, karena kamu juga harus tahu diri kalo lagi berkhayal, 'pemain bokep dimana-mana badannya harus kekar nggak sekurus kamu!' Dan aku juga nggak perduli sama semua itu, aku tahu coletehmu itu hanya untuk menghibur kami yang penuh sepi. Terima kasih sekali lagi, Bama. Mungkin, cerita kita bisa lebih menarik, kalau kita bertemu lagi diumur-umur itu. Ketika kita masih tidak mengerti apa maunya cinta, dan susahnya untuk mengerti hati perempuan, walau kebanyakan dari kalian sudah jadi Don juan. Kita masih sering bertanya-tanya, meraba-raba dalam gelap, mencari payudara, dan apa yang akan menanti di ujung jalan. Dan ketika kita berada di dalam kamar, kita menemukan kenyataan, bahwa kita hanyalah sekumpulan anak-anak kecil naïf yang belum mengerti apa-apa, yang jelas kita miliki hanyalah satu, yaitu, harga diri kita yang setara dengan mimpi.


   Akhir kata Bam, yang terlalu malas untuk aku tulis, juga aku memang tidak ingin menulis kata akhir yang nggak ada apa-apanya itu. Tapi aku ingin kamu baca satu lirik dari salah satu band kesukaanku, Ben Folds Five, yang berjudul were still fighting it...

Everybody knows
It sucks to grow up
And everybody does
It's so weird to be back here.
Let me tell you what
The years go on and
We're still fighting it, we're still fighting it
You'll try and try and one day you'll fly
Away from me...
.


....and your so much like me. Selamat ulang tahun Bam, semoga umurmu nggak nuntut kamu untuk jadi dewasa dan membosankan. Tapi, kalaupun kamu memutuskan akan lain, aku pun juga bisa mengerti. Karena semua itu alami, seperti ungkapan menyebalkan the end is the beginning is the end. Dan kalau memang one day, kita berpisah, itu sah-sah saja, karena memang hidup seperti itu. Semua akan sirna sendirinya, dan dari kesirnaan itu sesuatu yang baru akan muncul. Tapi ada yang tidak bisa sirna: diantara sebuah cahaya harapan di dalam mimpi yang terjalani, emosi tanpa dinding tinggi, rasa cinta yang selalu memperbaharui. Kita semua akan tertidur dan terbangun dalam suatu kesenyapan bernama, memori.


Sunday, May 01, 2005

 

Maaf

Apabila laut mengombang-ambing,
dan layar bahtera dihajar angin. Aku menunggumu di dalam tenang,
hening esok hari, atau lusa nanti.
Disaat kita akan berjalan, diatas air bening,
tanpa fluktuasi.